Tak ayal nama gudeg yang satu ini sering terdengar ditelinga saya. “Semalam aku maem ke gudeg pawon, tumben antrinya nggak banyak”, ucap salah satu teman.
Tentu hal ini membuat saya semakin penasaran cita rasa seperti apa yang ditawarkan, sehingga orang rela mengantri panjang dan cukup lama. Beberapa kali rencana mengunjungi gudeg ini sering gagal, karena jarak yang cukup jauh dari kos. Saya di daerah utara, sedangkan warung ini terletak di daerah selatan. Apalagi gudeg ini baru buka pukul 21.30.
Tenang, yang terpenting sudah masuk ke dalam wishlist dan akhirnya saya kunjungi akhir tahun 2019 sebelum pandemi.
Lokasi
Gudeg Pawon berlokasi di Jalan Janturan UH/IV No.36, Warungboto, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Jika kalian sedang berada di Malioboro atau pusat Kota 20 menit kalian akan sampai. Tenang, jika kalian menggunakan google map tidak akan mengecewakan.

area parkir
Seperti biasa, setiap mereview tempat makan hal yang pertama saya bahas adalah area parkir. Kenapa selalu saya bahas, karena ini info yang cukup penting bagi wisatawan apalagi pengendara roda empat. Karena ini menjadi akses pertama.
Bagi wisatawan yang membawa kendaraan roda empat tersedia parkir dibahu jalan. Tenang, petugas parkir siap membantu. Kemungkinan macet sangat kecil.

Seketika turun dari mobil, saya sudah dihadapkan dengan antrian yang panjang. Bisa terlihat dari area parkir yang dipenuhi oleh kendaraan. Antiran yang cukup panjang tidak menyulutkan niat saya untuk mencoba gudeg yang satu ini. Bahkan saya semakin penasaran akan cita-rasa yang ditawarkan sehingga wisatawan rela mengantri, sambil berdiri lagi.
Sekelibat saya menyapu pandangan, mencoba mencari pintu warung. Saya membayangkan seperti warung pada umumnya. Saya tidak mendapati sliding door, bahkan bangku-bangku untuk pelanggan.
Seketika saya ingat, bahwa gudeg ini adalah gudeg pawon (dapur) yang berarti warung gudeg makan di dapur.
Saya diarahkan menuju dapur yang berada disisi sebelah kiri rumah. Saya berbaur mengantri bersama pelanggan lainnya. Beberapa percakapan pelanggan tidak sengaja terdengar, sepertinya rombongan yang berada tepat di depan saya adalah wisatawan dari Ibu Kota. Saya perkirakan lebih dari 20 orang. Saya mengantri lebih dari 30 menit.

Saat antiran semakin maju dan berada diarea dapur, saya terkesima mengamati aktivitas memasak sembari menyiapkan pesanan wisatawan. Sibuk, mondar mandir dari tunggu menuju meja.
Pelanggan bisa menyaksikan dengan jelas proses memasak didapur ini. Benar-benar outentik. Semua dimasak dengan cara tradisional menggunakan tungku.
Seketika pikiran saya berkelana, teringat Amak dikampuang nan jauah dimato. Teringat masa kecil, saat Amak memasak, kemudian saya kelaparan lalu merengek minta makan. Lalu beliau menyajikan saya satu piring nasi beserta lauk pauk yang dimasak. Lalu saya makan didapur menemani Amak yang belum selesai memasak.
Saya rasa pengalaman otentik ini yang mahal. Ini yang membuat menarik saya mungkin juga bagi wisatawan yang lainnya.

rasa harga
“Pakai apa mba?” tanya bapak pemilik gudeg. “Ayam suwir telor pak”. Dengan gesit pesanan saya disiapkan. Saya lupa tepatnya harga satu porsi gudeg pawon mungkin Rp 24.000.
Setelah satu porsi gudeg berada ditangan, saya mulai bingung mau makan dimana. Akhirnya diarahkan menuju depan rumah lewat pintu yang berbeda. Jika tadi saya masuk lewat pintu samping kiri lalu menuju dapur, sekarang saya menuju pintu yang berada didapur menuju teras rumah.

Terdapat beberapa bangku dan tikar. Pelanggan bisa makan disini. Menurut saya, dari segi rasa hampir sama seperti gudeg terkenal lainnya. Tapi yang mebuat gudeg ini berbeda adalah pawon (dapur). Menikmati suasana outentik makan didapur hanya di gudeg pawon ini.

Jalan lupa mampir ke tulisan rekomendasi kuliner saya lainnya, sosial media juga yaa.
Lokasi : Jalan janturan UH/IV No.36, Warungboto, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta
21.30 – habis
18.00 – 21.00 (pandemi)