Mak Cik (Nenek) – Sosok Pejuang yang Saya Jadikan Panutan

Kali ini saya akan bercerita sosok panutan saya yaitu Mak Cik (ibu dari bapak saya) aka nenek.

Dari kecil saya penggil beliau Mak Cik. Saya kurang tau kenapa saya bisa panggil beliau dengan sebutan ini. Nanti akan saya tanya kepada bapak.

Mak cik dimata saya adalah perempuan yang amat cantik, pekerja keras, pintar, dan single mother.

Saya tidak pernah bertemu dengan kakek saya. Bahkan bapak pun hanya sebentar bertemu dengan beliau. Karena beliau meninggal saat bapak belum genap empat tahun dan Mak Cik sedang mengandung adik bapak.

Kalau kata Mak Cik, kakek meninggal karena ditembak Belanda. Maklum pada masa itu adalah masa perperangan. Beliau termasuk salah satu pejuang yang tertembak dan mayatnya ditemukan dipinggiran bukit. Sewaktu saya kecil saya pernah beberapa kali diajak Mak Cik berkunjung ke kuburan kakek.

Family Potrait in 1954 (Kakek-Bapak-Mak Cik)

Mak Cik adalah seorang pensiunan veteran. Beliau adalah seorang pencerita. Sebagai seorang veteran beliau sering bercerita tentang pejuangan melawan penjajah. Bagaimana beliau terlibat dalam misi kecil-kecilan, sembunyi di hutan, membuat dapur umum, menyiapkan bekal untuk dibagikan kepada para pejuang.

Selain itu beliau selalu bercerita tentang adat, tentang asal usul kami, tentang Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu, tentang kehidupan yang Ia lalui dimasanya, tentang seni tradisi dan banyak hal.

Cucu Mak Cik hanya kami ber5 (kami semua anak bapak), karena Acik (adek bapak) belum dikaruniai momongan. Kami semua cucu-cucunya sangat dekat dengan beliau.

Saya ingat, saat saya masih SD smpai SMA saya selalu diajak beliau ke kantor POS untuk mengambil gaji pensiunan Veterannya. Dari yang masih naik angkot sampai naik motor. Pulang dari kantor POS kita mampir makan dan saya dibekali uang jajan. Uang jajan tambahan ini yang selalu saya nantikan.

Beliau orang yang karismatik, cantik dan modish sampai tua.

Beliau selalu mengenakan baju kurung, memakai lontorso untuk mengikat sarungnya, menggunakan gigi palsu, memakai selendang, menggunakan bros emas, berias dengan bedak, memakai sendal dengan hak 2 cm, dan membawa tas kecil. Kalau kata Ibuk, Mak Cik tu dunia ma (orang yang tetap modish dan famous). Cukup katakan cucu Ranggo Pasia Talang, orang akan tau.

Disisi lain beliau adalah orang yang religius. Berangkat ke mekah pada tahun 1992, saya saja belum lahir. Saat masih kuat, beliau selalu sholat ke masjid, mengambil shaf paling depan. Selain itu saat pagi menjelang siang dan sore menjelang petang beliau selalu membaca Al-Quran di beranda rumah dan setiap kamis malam selalu membaca Yasin (hal ini selalu rutin beliau lakukan sampai akhir hayatnya). Beliau meninggal di umur 92 tahun, masih sehat, tidak pikun, masih bisa menyapu halaman depan rumah sampai tiga hari sebelum beliau meninggal, dan hanya meninggalkan sholat subuh dihari Jum’at sebelum beliau meninggal jam 8 pagi. Saya beruntung masih bisa bertemu walau hanya 2 jam dan melepas kepergiannya. Hal ini yang kadang masih saya sesali kenapa tidak buru-buru pulang sewaktu mendapat kabar beliau sakit.

Satu hal lagi yang selalu saya ingat tentang beliau adalah ritualnya sebelum tidur. Beliau memakai celana traning panjang, baju hangat, kaos kaki dan menutup kepalanya dengan selendang yang disampulkan dibawah leher (terlihat agak seram). Saya bertanya kenapa beliau melakukannya, alasannya adalah agar kecoa atau benda asing tidak masuk ketelinganya. Padahal saya tidak pernah mendapati kecoa. Mungkin ini pengalaman masa kecil beliau.

Satu lagi yang saya suka dari beliau adalah namanya yang unik, Ranggo Genni beliau selalu singgat dengan RG. Nama perempuan Minang yang sangat lawas dan unik. Nama nenek moyang saya juga bagus-bagus “Siti Rohani dan adeknya Siti Rohana (nama ini terukir disudut rumah gadang kami), lalu nenek buyut saya Ambun Sani, Ambun Sari dan Ambun Suri (mereka semua adek kakak). Dan nama saya sendiri yang juga Fondina Gusriza yang sekarang saya tambah menjadi Fondina Gusriza Sari sebagai pengingat bahwa saya adalah cicit Ambun Sari.

2 Comments Add yours

  1. ENY D'Arief says:

    Sesuatu yang menarik membaca kisah hidup Mak Tuo Ranggo Geni
    Sempat ketemu Mak Tuo Ranggo Geni saat pulkam 2011 (kalo ga salah), beliau masih tinggal di rumah gadang, waktu itu ketemu Desi kakaknya Riza disana. Waktu dengar kabar mak tuo meninggal, da Dave masih di Australia, jadi ga bisa pulkam.

    Terus menulis ya Riza, untuk mengispirasi.

    1. Tante Eny, thank you udah mampir ke blog Riza. Siap tante, insyaallah Riza akan terus menulis. Sehat2 sekeluarga ya tante. Semoga kita bisa pulang kampung bareng2 lagi. Miss u

Leave a Reply